31 Maret 2012

Cerita Nidzam al-Mahmudi dan anaknya

Tersebutlah seorang penganut tasawuf bernama Nidzam al-Mahmudi. Ia tinggal di sebuah kampung terpencil, dalam sebuah gubuk kecil. Istri dan anak-anaknya hidup dengan amat sederhana. Akan tetapi, semua anaknya berpikiran cerdas dan berpendidikan. Selain penduduk kampung itu, tidak ada yang tahu bahwa ia mempunyai kebun subur berhektar-hektar dan perniagaan yang kian berkembang di beberapa kota besar. Dengan kekayaan yang diputar secara mahir itu ia dapat menghidupi ratusan keluarga yg bergantung padanya. Tingkat kemakmuran para kuli dan pegawainya bahkan jauh lebih tinggi ketimbang sang majikan. Namun, Nidzam al-Mahmudi merasa amat bahagia dan damai menikmati perjalanan usianya. Salah seorang anaknya pernah bertanya, "Mengapa Ayah tidak membangun rumah yang besar dan indah? Bukankah Ayah mampu?"

"Ada beberapa sebab mengapa Ayah lebih suka menempati sebuah gubuk kecil," jawab sang sufi yang tidak terkenal itu. "Pertama, karena betapa pun besarnya rumah kita, yang kita butuhkan ternyata hanya tempat untuk duduk dan berbaring. Rumah besar sering menjadi penjara bagi penghuninya. Sehari-harian ia hanya mengurung diri sambil menikmati keindahan istananya. Ia terlepas dari masyarakatnya. Dan, ia terlepas dari alam bebas yang indah ini. Akibatnya ia akan kurang bersyukur kepada Allah."
Anaknya yang sudah cukup dewasa itu membenarkan ucapan ayahnya dalam hati. Apalagi ketika sang Ayah melanjutkan argumentasinya, "Kedua, dengan menempati sebuah gubuk kecil, kalian akan menjadi cepat dewasa. Kalian ingin segera memisahkan diri dari orang tua supaya dapat menghuni rumah yang lebih selesa. Ketiga, kami dulu cuma berdua, Ayah dan Ibu. Kelak akan menjadi berdua lagi setelah anak-anak semuanya berumah tangga. Apalagi Ayah dan Ibu menempati rumah yang besar, bukankah kelengangan suasana akan lebih terasa dan menyiksa?" Si anak tercenung.

Alangkah bijaknya sikap sang ayah yang tampak lugu dan polos itu. Ia seorang hartawan yang kekayaannya melimpah. Akan tetapi, keringatnya setiap hari selalu bercucuran. Ia ikut mencangkul dan menuai hasil tanaman. Ia betul-betul menikmati kekayaannya dengan cara yang paling mendasar. Ia tidak melayang-layang dalam buaian harta benda sehingga sebenarnya bukan merasakan kekayaan, melainkan kepayahan semata-mata. Sebab banyak hartawan lain yang hanya bisa menghitung-hitung kekayaannya dalam bentuk angka-angka. Mereka hanya menikmati lembaran-lembaran kertas yang disangkanya kekayaan yang tiada tara. Padahal hakikatnya ia tidak menikmati apa-apa kecuali angan-angan kosongnya sendiri.


Kemudia anak itu lebih terkesima tatkala ayahnya meneruskan, "Anakku, jika aku membangun sebuah istana anggun, biayanya terlalu besar. Dan biaya sebesar itu kalau kubangunkan gubuk-gubuk kecil yang memadai untuk tempat tinggal, berapa banyak tunawisma/gelandangan bisa terangkat martabatnya menjadi warga terhormat? Ingatlah anakku, dunia ini disediakan Tuhan untuk segenap mahkluknya. Dan dunia ini cukup untuk memenuhi kebutuhan semua penghuninya. Akan tetapi, dunia ini akan menjadi sempit dan terlalu sedikit, bahkan tidak cukup, untuk memuaskan hanya keserakahan seorang manusia saja."
>>Selengkapnya

30 Maret 2012

Iman kepada Kitab-Kitab Allah Subhanahu wa ta'ala

Sebagai seorang muslim wajib beriman kepada kitab (Al Qur'an) yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Sallallahu ‘alaihi wasallam dan kitab-kitab yang diturunkan sebelumnya. Umat Islam diwajibkan meyakininya, karena mempercayai kitab-kitab selain Al Qur'an sesuai dengan salah satu Rukun Iman. Adapun kitab-kitab tersebut adalah sebagai berikut.

Taurat
Umat Islam wajib mengimani bahwa kitab Taurat itu ada, berisi petunjuk dan hukum-hukum Allah Subhanahu wa ta'ala kepada orang-orang Yahudi, seperti yang dituliskan pada Al Qur'an dalam surah Al-Ma'idah ayat 44;
surah Al-Ma'idah ayat 44
"Sesungguhnya Kami telah menurunkan Kitab Taurat di dalamnya (ada) petunjuk dan cahaya (yang menerangi), yang dengan Kitab itu diputuskan perkara orang-orang Yahudi oleh nabi-nabi yang menyerah diri kepada Allah, oleh orang-orang alim mereka dan pendeta-pendeta mereka, disebabkan mereka diperintahkan memelihara kitab-kitab Allah dan mereka menjadi saksi terhadapnya. Karena itu janganlah kamu takut kepada manusia, (tetapi) takutlah kepada-Ku. Dan janganlah kamu menukar ayat-ayat-Ku dengan harga yang sedikit. Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir." (Terjemahan surah Al-Ma'idah ayat 44)
Kitab ini mengandungi wahyu Allah Subhanahu wa ta'ala yang diturunkan kepada Nabi Musa Alaihi salaam, ditujukan khusus kepada umat beliau yaitu Bani Israil (Yahudi), sebagaimana firman Allah Subhanahu wa ta'ala dalam Al Qur'an surah Al-'Isra' ayat 2;

surah Al-'Isra' ayat 2
Dan Kami berikan kepada Musa kitab (Taurat) dan Kami jadikan kitab Taurat itu petunjuk bagi Bani Israil (dengan firman): "Janganlah kamu mengambil penolong selain Aku, (Terjemahan surah Al-Isra' ayat 2)
Zabur
Kitab Zabur ini diturunkan kepada Nabi Daud Alaihi salaam, dijelaskan dalam Al qur'an Surah An-Nisa' ayat 163;
surah An-Nisa' ayat 163
"Sesungguhnya Kami telah memberikan wahyu kepadamu sebagaimana Kami telah memberikan wahyu kepada Nuh dan nabi-nabi yang kemudiannya, dan Kami telah memberikan wahyu (pula) kepada Ibrahim, Isma'il, Ishak, Ya'qub dan anak cucunya, Isa, Ayyub, Yunus, Harun dan Sulaiman. Dan Kami berikan Zabur kepada Daud." (Terjemahan surah An-Nisa' ayat 163)

Dan juga disebutkan  dalam surah AL-'Isra' ayat 55;
surah AL-'Isra' ayat 55
"Dan Tuhan-mu lebih mengetahui siapa yang (ada) di langit dan di bumi. Dan sesungguhnya telah Kami lebihkan sebagian nabi-nabi itu atas sebagian (yang lain), dan Kami berikan Zabur kepada Daud." (Terjemahan surah Al-'Isra' ayat 55)
Injil
Diturunkan kepada Nabi Isa Alaihi salaam, dalam Al-quran di sebutkan bahwa kitab Injil itu merupakan kitab pembenar pada kitab sebelumnya yaitu Taurat. Hal ini dijelaskan pada surah Al-Ma'idah ayat 46;
surah Al-Ma'idah ayat 46
Dan Kami iringkan jejak mereka (nabi nabi Bani Israil) dengan Isa putera Maryam, membenarkan Kitab yang sebelumnya, yaitu: Taurat. Dan Kami telah memberikan kepadanya Kitab Injil sedang didalamnya (ada) petunjuk dan dan cahaya (yang menerangi), dan membenarkan kitab yang sebelumnya, yaitu Kitab Taurat. Dan menjadi petunjuk serta pengajaran untuk orang-orang yang bertakwa. (Terjemahan surah Al-Ma'idah surat 46)
Al-Qur'an
Kitab terakhir yang di turunkan kepada nabi terakhir pula, yakni Muhammad Rasulullah Sallallahu ‘alaihi wasallam sesuai yang disebutkan dalam Al-qur'an surah Yusuf ayat 1 - 2;
surah Yusuf ayat 1
Alif, laam, raa. Ini adalah ayat-ayat Kitab (Al Quran) yang nyata (dari Allah). (Terjemahan surah Yusuf ayat 1)
surah Yusuf ayat2
Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa Al Quran dengan berbahasa Arab, agar kamu memahaminya. (Terjemahan surah Yusuf ayat 2)

kemudian firman-Nya yang lain;
surah Yunus ayat 37
Tidaklah mungkin Al Quran ini dibuat oleh selain Allah; akan tetapi (Al Quran itu) membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya dan menjelaskan hukum-hukum yang telah ditetapkannya, tidak ada keraguan di dalamnya, (diturunkan) dari Tuhan semesta alam. (Terjemahan surah Yunus ayat 37)
Dengan ayat tersebut, jelaslah bahwa Alquran telah memberitakan dan membenarkan kitab-kitab yang dibawa oleh para nabi-nabi terdahulu.

Dikarenakan kitab-kitab terdahulu maupun Al Qur'an diturunkan oleh Tuhan yang sama, pemilik yang sama, maka pastilah memiliki nilai kebenaran yang sama pula. Bedanya, kitab-kitab terdahulu adalah edisi lama, yang sesuai dengan hidup dan kehidupan saat itu. Sementara Al Qur'an adalah edisi terbaru dan terakhir yang sudah disempurnakan sesuai dengan hidup dan kehidupan nan abadi (dahulu, saat ini, dan masa mendatang).

Apabila kitab yang terdahulu diperuntukan pada golongan tertentu, tidak demikian dengan Al Qur'an, ia diturunkan untuk seluruh alam semesta ini, termasuk golongan jin sekalipun. sebagaimana firman-Nya;
surah Al-Qalam ayat 5

Dan Al Quran itu tidak lain hanyalah peringatan bagi seluruh umat. (Terjemahan surah Al-Qalam ayat 52)
Demikian sedikit penjelasan tentang Kitab Allāh (كتاب الله, Kitabullah) yang seluruhnya adalah kalamullah yang disampaikan oleh malaikat Jibril kepada setiap Rasul. Tunduk dan berserah diri dengan apa yang ada pada kitab terakhir yang diturunkan yaitu Al-Qur’an dengan tanpa menafikan kebenaran yang ada pada kitab-kitab sebelumnya, karena sesuai dengan salah satu Rukun Iman.


>>Selengkapnya

29 Maret 2012

Kisah seorang Anak dan Pohon Apel

Izinkan saya berbagi cerita dengan pembaca yang budiman sekalian..


Suatu masa dahulu kala, terdapat sebatang pohon apel yang sangat besar. Seorang anak lelaki kecil sangat gemar bermain-main di sekitar pohon apel ini setiap hari. Dia memanjat pohon tersebut, memetik serta memakan apel sepuas-puas hatinya, dan kadangkala dia beristirahat hingga terlelap di perdu pohon apel tersebut. Anak lelaki tersebut begitu menyayangi tempat permainannya. Pohon apel itu juga menyukai anak tersebut.

Waktu berlalu...

Anak lelaki itu sudah besar dan menjadi seorang remaja. Dia tidak lagi menghabiskan waktunya setiap hari bermain di sekitar pohon apel tersebut. Namun begitu, suatu hari dia datang kepada pohon apel tersebut dengan wajah yang sedih. "Marilah bermain-mainlah di sekitarku," ajak pohon apel itu. "Aku bukan lagi kanak-kanak, aku tidak lagi gemar bermain dengan engkau," jawab remaja itu. "Aku sedang menginginkan mainan. Aku perlukan uang untuk membelinya," tambah remaja itu dengan nada yang sedih. Lalu pohon apel itu berkata, "Kalau begitu, petiklah apel-apel yang ada padaku. Juallah untuk mendapatkan uang. Dengan itu, kau dapat membeli permainan yang kauinginkan."

Remaja itu dengan gembiranya memetik semua apel dipohon itu dan pergi dari situ. Dia tidak kembali lagi selepas itu. Pohon apel itu merasa sedih.

Waktu berlalu...

Suatu hari, remaja itu kembali. Dia semakin dewasa. Pohon apel itu merasa gembira. "Marilah bermain-mainlah di sekitarku," ajak pohon apel itu. "Aku tiada waktu untuk bermain. Aku terpaksa bekerja untuk mendapatkan uang. Aku ingin membuat rumah sebagai tempat perlindungan untuk keluargaku. Dapatkah kau menolongku?" Tanya anak itu.

"Maafkan aku. Aku tidak mempunyai rumah. Tetapi kau boleh memotong dahan-dahanku yang besar ini dan kau buatlah rumah daripadanya." Pohon apel itu mencondongkan batangnya. Lalu, remaja yang semakin dewasa itu memotong kesemua dahan pohon apel itu dan pergi dengan gembiranya. Pohon apel itu pun turut gembira tetapi kemudian dia merasa sedih karena remaja itu tidak kembali lagi setelah itu.

Kembali, waktu berlalu...

Suatu hari yang panas, seorang lelaki datang menemui pohon apel itu. Dia adalah anak lelaki yang pernah bermain-main dengan pohon apel itu. Dia telah matang dan dewasa. "Marilah bermain-mainlah di sekitarku," ajak pohon apel itu. "Maafkan aku, tetapi aku bukan lagi anak lelaki yang suka bermain-main di sekitarmu. Aku sudah dewasa. Aku mempunyai cita-cita untuk belayar. Malangnya, aku tidak mempunyai kapal. Dapatkah kau menolongku?" tanya lelaki itu.

"Aku tidak mempunyai kapal untuk diberikan kepada kau. Tetapi kau boleh memotong batang pohon ini untuk dijadikan kapal. Kau akan dapat belayar dengan gembira," kata pohon apel itu. Lelaki itu merasa amat gembira dan menebang batang pohon apel itu. Kemudian dia segera pergi dari situ dengan gembira dan tidak kembali lagi setelah itu.

Setelah sekian waktu berlalu...

Pada suatu hari, seorang lelaki yang telah lanjut usia, datang menuju pohon apel itu. Dia adalah anak lelaki yang pernah bermain di sekitar pohon apel itu.

"Maafkan aku. Aku tidak ada apa-apa lagi untuk diberikan kepada kau. Aku sudah memberikan buah ku untuk kau jual, dahanku untuk kau buat rumah, batang ku untuk kau buat kapal. Aku hanya ada tunggul dengan akar yang hampir mati..." kata pohon apel itu dengan nada pilu.

"Aku tidak mau apelmu kerana aku sudah tiada bergigi untuk memakannya, aku tidak mau dahanmu kerana aku sudah tua untuk memotongnya, aku tidak mau batang pohonmu kerana aku sudah tidak belayar lagi, aku merasa lelah dan ingin istirahat," jawab lelaki tua itu."

Jika begitu, istirahatlah di akarku," kata pohon apel itu. Lalu lelaki tua itu duduk beristirahat di perdu pohon apel itu dan beristirahat. Mereka berdua menangis kegembiraan.

Renungan! Tahukah anda apa (siapa) yang dimaksud dengan pohon apel dari cerita diatas?

Catatan: per•du n 1 tumbuhan berkayu yang bercabang-cabang, tumbuh rendah dekat dng permukaan tanah, dan tidak mempunyai batang yang tegak (seperti kembang merak, puring): tepi jalan itu ditanami dng --; 2 tumbuhan yang tidak berbatang besar, kadang-kadang berdaun lebar, ada juga jenis rumput-rumputan 3 Bot rumpun (bambu dsb);
-- hias tanaman perdu yang biasa dijadikan tumbuhan hias (seperti kacapiring) (Sumber: Kamus Besar Bahasa Indonesia)
>>Selengkapnya

Rukun Iman Landasan Aqidah Islam

Iman
Isi dari enam rukun iman tersebut adalah beriman kepada Allah Subhanahu wa ta'ala,  para Malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, para Rasul-Nya dan hari kemudian serta beriman kepada takdir yang baik maupun yang buruk. Ini merupakan sendi utama keimanan (kepercayaan) umat Islam kepada Tuhannya, serta kepada segala ketentuan-ketentuan-Nya.

Penjelasan tentang rukun Iman ini tertulis pada Al Qur'an. Hal tentang itu disebutkan Allah Subhanahu wa ta'ala dalam firman-Nya pada surah Al-Baqarah ayat 177:
surah Al-Baqarah ayat 177
"Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa." (Terjemahan surah Al-BAqarah ayat 177)
dalam ayat lain Allah Subhanahu wa ta'ala berfirman:
surah Al-Baqarah ayat 285
"Rasul telah beriman kepada Al Quran yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya. (Mereka mengatakan): "Kami tidak membeda-bedakan antara seseorangpun (dengan yang lain) dari rasul-rasul-Nya", dan mereka mengatakan: "Kami dengar dan kami taat". (Mereka berdoa): "Ampunilah kami ya Tuhan kami dan kepada Engkaulah tempat kembali". (Terjemahan surah Al-Baqarah ayat 285)
Adapun, iman kepada takdir disebutkan dalam firman-Nya pada surah Al-Qamar ayat 49:
surah Al-Qamar ayat 49
Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran. (Terjemahan surah Al-Qamar ayat 49)

Ayat 49 surah Al-Qamar ini menerangkan bahwa seluruh makhluk yang ada ini adalah ciptaan Tuhan, diciptakan-Nya menurut kehendak-Nya dan ketentuan-Nya disesuaikan dengan hukum-hukum yang ditetapkan-Nya untuk alam semesta ini. Ketentuan Allah untuk seluruh yang ada sesuai dengan ilmu dan hikmah-Nya. Taqdir ini kembali kepada kodrat (kekuasaan) Allah, sesungguhnya Dia atas segala sesuatu maha kuasa, dan berbuat apa yang dikehendaki-Nya. 
(Catatan tambahan: Tentang takdir ini Insha Allah akan saya coba bahas pada kesempatan yang lain)

Hadist tentang rukun iman ini diceritakan oleh Sahabat Umar bin Khaththab Radiallahu anhu dengan cukup panjang, yang isinya sebagai berikut :
Pada suatu hari ketika kami (para sahabat) sedang berada di hadapan Rasulullah Sallallahu ‘alaihi wasallam, tiba-tiba muncul seorang lelaki yang berpakaian sangat putih dan berambut hitam pekat. Pada diri lelaki itu tidak terdapat tanda bekas perjalanan dan tiada seorang pun di antara kami yang mengenalnya. Ia langsung duduk di hadapan Nabi Sallallahu ‘alaihi wasallam. Seraya menyandarkan kedua lututnya kepada kedua lutut Nabi dan meletakkan kedua tangannya di atas kedua pahanya sendiri. Ia bertanya, “Hai Muhammad, ceritakanlah kepadaku tentang Islam.”Rasulullah Sallallahu ‘alaihi wasallam menjawab, “Islam ialah hendaknya engkau bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah; mendirikan shalat; menunaikan zakat; berpuasa pada bulan Ramadhan; berhaji ke Baitullah apabila engkau mampu mengadakan perjalanan kepadanya.”Ia berkata, “Engkau benar.”
Sahabat Umar RA mengatakan, “Kami heran terhadapnya, ia bertanya tetapi juga membenarkan.”Selanjutnya lelaki itu bertanya kembali, “Ceritakanlah kepadaku tentang iman.”Rasulullah Sallallahu ‘alaihi wasallam menjawab, “Hendaknya engkau beriman kepada Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari kemudian dan hendaknya engkau beriman kepada takdir yang baik dan takdir yang buruk.”Lelaki itu mengatakan, “Engkau benar.”
Ia bertanya kembali, “Ceritakanlah kepadaku tentang ihsan.”Rasulullah Sallallahu ‘alaihi wasallam menjawab, “Hendaknya engkau menyembah Allah seakan-akan engkau melihat-Nya. Apabila engkau tidak dapat melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihat-Mu.”Lelaki itu bertanya kembali, “Ceritakanlah kepadaku tentang hari Kiamat,”Rasul Sallallahu ‘alaihi wasallam menjawab, “Orang yang ditanya tidaklah lebih mengetahui daripada orang yang bertanya.”Lelaki itu mengatakan, “Ceritakanlah kepadaku tentang tanda-tandanya.”Rasul Sallallahu ‘alaihi wasallam menjawab, “Manakala budak sahaya perempuan melahirkan tuannya, dan bila engkau melihat orang-orang yang tidak berterompah telanjang miskin lagi penggembala kambing mulai berlomba-lomba saling tinggi-meninggi dalam bangunan.”
Sahabat Umar melanjutkan ceritanya, “Kemudian lelaki itu pergi dan aku tinggal sendirian selama beberapa waktu.”
Setelah itu Nabi Sallallahu ‘alaihi wasallam berkata kepadaku, “Hai Umar, tahukah engkau siapa orang bertanya kemarin?”Aku menjawab, “Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui.”
Nabi Sallallahu ‘alaihi wasallam berkata, “Sesungguhnya dia adalah Malaikat Jibril yang sengaja datang kepada kalian untuk mengajarkan kepada kalian agama kalian.”
(HR Bukhari, Muslim, Abu Daud, Tirmidzi dan an-Nasa’i)
Sebagai seseorang yang mengaku beragama Islam wajib untuk mengimani/meyakini rukun iman ini, jika tidak maka ke-Islam-an nya akan diragukan, seperti firman Allah Subhanahu wa ta'ala dalam surah An-Nisa ayat 136:
surah An-Nisa ayat 136
"Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya. Barangsiapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari kemudian, maka sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya." (Terjemahan surah An-Nisa ayat 136)
Baca juga >> Iman kepada Kitab-Kitab Allah Subhanahu wa ta'ala
>>Selengkapnya

28 Maret 2012

Kewajiban untuk memakai Jilbab bagi Muslimah

Jilbab/Hijab
Telah menjadi aturan yang telah tertulis dalam Al Qur'an untuk semua muslimah yang telah baligh, tentang kewajiban mengenakan jilbab. Ayat-ayat tersebut ada pada Al Qur'an surah Al-'Ahzab ayat 59 dan An-Nur ayat 30;
surah Al-'Ahzab ayat 59
"Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (Terjemahan surah Al Ahzab ayat 59)

surah An-Nur ayat 31
"Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung." (Terjemahan surah An-Nur ayat 31)
Mungkin pembaca heran, karena tidak ada kata "wajib" pada 2 ayat yang disajikan diatas. Oleh karena itu sudilah kiranya pembaca mengkaji surah An-Nur ayat 1 dibawah ini;
surah An-Nur ayat 1
(Ini adalah) satu surat yang Kami turunkan dan Kami wajibkan (menjalankan hukum-hukum yang ada di dalam)nya, dan Kami turunkan di dalamnya ayat ayat yang jelas, agar kamu selalu mengingatinya. (Terjemahan surah an-Nur ayat 1)
pada ayat tersebut dikatakan bahwa surah yang diwahyukan (surah An-Nur) tersebut hukumnya wajib dengan isi-isi yang sangat jelas agar mudah diingat.

Menggunakan Jilbab ini pun ditegaskan juga pada Hadist ; 
Dari Khalid bin Duraik, dari Aisyah Radiallahu anha Asma' binti Abu Bakar Radiallahu anhu, pernah berkunjung kepada Rasulullah Sallallahu ‘alaihi wasallam memakai pakaian tipis. Maka Rasulullah Sallallahu ‘alaihi wasallam berpaling dari padanya seraya bersabda: "Wahai Asma', sesungguhnya wanita apabila telah baligh, tidak benar terlihat dari padanya kecuali ini... dan ini...". Beliau memberi isyarat kepada wajah dan kedua tangannya. (H.R. Abu Dawud No. 3945; Buku IV; halaman 521)

"Aisyah Ummul Mukminun Radiallahu anha, menceritakan pada suatu hari saya pernah keluar rumah untuk menemui anak saudaraku Abdullah bin Taufalid dengan memakai perhiasan, lalu Rosululloh Sallallahu ‘alaihi wasallam marah, maka aku jawab, bukankah dia hanya anak saudaraku wahai Rosululloh? Dan beliau pun menjawab, apabila seorang wanita telhbaliqh (datang haid) tidak halal terlihat dari tubuhnya kecuali muka dan ini. Katabeliau, seraya menggenggam pergelangan tangannya dengan meninggalkan jarak satu genggaman pula dengan telapak tangan" (H.R. Ath Thabary)
Wahai muslimah, bukankah kalian telah bersyahadat pada Allah Subhanahu wa ta'ala. Oleh karena itu maka sudah menjadi konsekuensinya untuk menuruti semua perintah Allah Subhanahu wa ta'ala. Bukankah Al-Qur'an itu semuanya adalah firman Allah Subhanahu wa ta'ala yang diwahyukan pada Nabi Muhammad Sallallahu ‘alaihi wasallam untuk diteruskan kepada kita agar menjadi panutan.  Dalam setiap Sholat, muslimah selalu berkata; 
لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا مِنَ اْلمُسْلِمِيْنَ
Terjemahan: "Tiada sekutu bagiNya karena dengan itu aku diperintah. Dan ketahuilah sesungguhnya aku termasuk orang-orang muslim (muslimah)"
Masihkah muslimah masih mau melalaikan ayat-ayat tersebut, sudah lupakah pada firman Allah Subhanahu wa ta'ala pada Al Qur'an surah Al-'A'raf ayat 179;
surah Al-'A'raf ayat 179
"Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai." (Terjemahan surah Al-A'raf ayat 179)
Tentunya kita semua tidak mau untuk menjadi pengisi neraka Jahanam hanya karena lalai pada ayat-ayat Allah Subhanahu wa ta'ala. Semoga kita semua menjadi umat Nabi Muhammad Sallallahu ‘alaihi wasallam yang taqwa pada Allah Subhanahu wa ta'ala. Aamiin.
>>Selengkapnya

Syahadat kepada Allah Subhanahu wa ta'ala dan Rasul-Nya

Syahadatain
Sesungguhnya syahadat itu adalah rukun Islam yang pertama. Sebagaimana (HR.Bukhori dan Muslim) menuliskan: Dari Abu Abdirrohman Abdullah bin Umar bin Khattab radhiyallohu ‘anhuma, dia berkata “Aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: ’Islam itu dibangun di atas lima perkara, yaitu: Bersaksi tiada sesembahan yang haq kecuali Alloh dan sesungguhnya Muhammad adalah utusan Allah, menegakkan sholat, mengeluarkan zakat, mengerjakan haji ke Baitullah, dan berpuasa pada bulan Ramadhan.”
Syahadat artinya kesaksian, syahadat sering disebut dengan Syahadatain karena terdiri dari 2 kalimat (Dalam bahasa Arab; Syahadatain berarti 2 kalimat syahadat). Kedua kalimat syahadat itu adalah:
Syahadat Pertama atau sering juga disebut Syahadat Tauhid

Artinya : Saya bersaksi bahwa tiada Ilah selain Allah
Syahadat Kedua atau sering juga disebut Syahadat Rasul
Artinya: dan saya bersaksi bahwa Muhammad (Sallallahu ‘alaihi wasallam) adalah Rasul/utusan Allah
Seseorang yang ingin menjadikan Islam sebagai cara hidupnya haruslah terlebih dahulu mengucapkan dua kalimat syahadat, sebagaimana hadist yang tertulis diatas. Setelah itu disempurnakan dengan melakukan 4 rukun berikutnya (Sholat, Zakat, Haji dan Puasa Ramadhan). Tegaknya Islam mesti didahului oleh tegaknya rukun Islam; dan tegaknya rukun Islam mesti didahului oleh tegaknya syahadat. Tanpa syahadat, rukun Islam lainnya akan runtuh.

Imam An-Nawawi menegaskan: “Barangsiapa yang telah sempurna dalam melaksanakan rukun islam, maka telah sempurna keislamannya. Seperti halnya sebuah rumah, akan lebih sempurna dengan adanya pondasi yang kokoh, begitu juga Islam akan lebih sempurna dan kokoh dengan rukun Islam yang lima tersebut.”

Dengan mempernyataan lafaz Syahadatain ini, maka seseorang telah resmi menjadi pemeluk agama Islam. Ia bersaksi bahwa Tuhan adalah "Esa", Tuhan adalah "Satu", tidak dua atau tiga, atau banyak seperti yang dilakukan oleh Ahli Kitab dalam surah An-Nisa ayat 171:

surah An-Nisa ayat 171
 "Wahai Ahli Kitab, janganlah kamu melampaui batas dalam agamamu, dan janganlah kamu mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar. Sesungguhnya Al Masih, Isa putera Maryam itu, adalah utusan Allah dan (yang diciptakan dengan) kalimat-Nya yang disampaikan-Nya kepada Maryam, dan (dengan tiupan) roh dari-Nya. Maka berimanlah kamu kepada Allah dan rasul-rasul-Nya dan janganlah kamu mengatakan: "(Tuhan itu) tiga", berhentilah (dari ucapan itu). (Itu) lebih baik bagimu. Sesungguhnya Allah Tuhan Yang Maha Esa, Maha Suci Allah dari mempunyai anak, segala yang di langit dan di bumi adalah kepunyaan-Nya. Cukuplah Allah menjadi Pemelihara." (Terjemahan surah An-Nisa: 171)
Akan tetapi, hanya satu, yakni Allah Subhanahu wa ta'ala, seperti yang tertulis dalam surah Al-Ikhlas ayat 1 - 4:
Terjemahan: "1) Katakanlah: "Dialah Allah, Yang Maha Esa. 2) Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. 3) Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan, 4) dan tidak ada yang setara dengan Dia".
Melafazkan dua kalimat syahadat harus dengan memaknai persaksian sebagai berikut:
  • menyaksikan dengan lisan,
  • meyakini dalam hati,
  • dan memenuhi segala konsekuensinya dengan mengamalkan perintah Allah Subhanahu wa ta'ala dan meninggalkan larangan-Nya.
Sehingga makna persaksian syahadat tidak hanya sekedar ucapan saja. Semoga kita masuk dalam golongan orang-orang yang selalu menjaga Syahadat.

>>Selengkapnya

Rela Dimasukkan ke Dalam Neraka

Nabi Musa Alaihi salaam suatu hari sedang berjalan-jalan melihat keadaan ummatnya. Nabi Musa Alaihi salaam melihat seseorang sedang beribadah. Umur orang itu lebih dari 500 tahun. Orang itu adalah seorang yang ahli ibadah. Nabi Musa Alaihi salaam kemudian menyapa dan mendekatinya.

Setelah berbicara sejenak ahli ibadah itu bertanya kepada Nabi Musa AS, "Wahai Musa Alaihi salaam aku telah beribadah kepada Allah Subhanahu wa ta'ala selama 350 tahun tanpa melakukan perbuatan dosa. Di manakah Allah Subhanahu wa ta'ala akan meletakkanku di Sorga-Nya? Tolong sampaikan pertanyaanku ini kepada Allah".

Nabi Musa Alaihi salaam mengabulkan permintaan orang itu. Nabi Musa Alaihi salaam kemudian bermunajat memohon kepada Allah Subhanahu wa ta'ala agar Allah Subhanahu wa ta'ala memberitahukan kepadanya di mana ummatnya ini akan ditempatkan di akhirat kelak. Allah Subhanahu wa ta'ala berfirman, "Wahai Musa (Alaihi salaam) sampaikanlah kepadanya bahwa Aku akan meletakkannya di dasar Neraka-Ku yang paling dalam".

Nabi Musa Alaihi salaam kemudian mengabarkan kepada orang tersebut apa yang telah difirmankan Allah Subhanahu wa ta'ala kepadanya. Ahli ibadah itu terkejut. Dengan perasaan sedih ia beranjak dari hadapan Nabi Musa Alaihi salaam. Malamnya ahli ibadah itu terus berfikir mengenai keadaan dirinya.

Ia juga mulai terfikir bagai mana dengan keadaan saudara-saudaranya, temannya, dan orang lain yang mereka baru beribadah selama 200 tahun, 300 tahun, dan mereka yang belum beribadah sebanyak dirinya, di mana lagi tempat mereka kelak di akhirat.

Keesokan harinya ia menjumpai Nabi Musa Alaihi salaam kembali. Ia kemudian berkata kepada Nabi Musa Alaihi salaam, "Wahai Musa Alaihi salaam, aku rela Allah Subhanahu wa ta'ala memasukkan aku ke dalam Neraka-Nya, akan tetapi aku meminta satu permohonan. Aku mohon agar setelah tubuhku ini dimasukkan ke dalam Neraka maka jadikanlah tubuhku ini sebesar-besarnya sehingga seluruh pintu Neraka tertutup oleh tubuhku jadi tidak akan ada seorang pun akan masuk ke dalamnya".

Nabi Musa Alaihi salaam menyampaikan permohonan orang itu kepada Allah Subhanahu wa ta'ala. Setelah mendengar apa yang disampaikan oleh Nabi Musa Alaihi salaam maka Allah Subhanahu wa ta'ala berfirman, "Wahai Musa (Alaihi salaam) sampaikanlah kepada ummatmu itu bahwa sekarang Aku akan menempatkannya di Surga-Ku yang paling tinggi".
>>Selengkapnya

27 Maret 2012

Mengenal Basmalah Berdasarkan Fakta


Basmalah (البسملة) adalah bahasa Arab yang digunakan untuk menyebutkan kalimat Islam bismi-llāhi ar-ramāni ar-raīmi. Basmalah merupakan wahyu kelima yang diturunkan Allah Subhanahu wa ta'ala melalui Malaikat Jibril AS kepada Nabi Muhammad Sallallahu ‘alaihi wasallam saat berada di Mekkah. Penempatan utama Basmalah sebagai ayat pada Al Qur'an, berada pada surah Al-Fatihah ayat pertama.
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ
Artinya: “Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang”.
Berdasarkan dari penempatan yang mutlak tersebut diatas, ada beberapa Ulama yang berpendapat bahwa; Basmalah juga tertera dalam setiap awalan surah untuk jadi kepala masing-masing surah di dalam Al-Qur'an, dan menjadi pembatas antara surah dengan surah yang lain. Di antara orang-orang yang mengatakan bahwa Basmalah merupakan salah satu ayat dari tiap surat kecuali surat Bara-ah (surah At-Taubah) adalah Ibnu Abbas, Ibnu Umar, Ibnuz Zubair, dan Abu Hurairah sedangkan dari kalangan tabi'in ialah Ata, Tawus, Sa'id ibnu Jubair, dan Mak-hul Az-Zuhri. Pendapat inilah yang dipegang oleh Abdullah ibnu Mubarak, Imam Syafii, dan Imam Ahmad ibnu Hambali dalam salah satu riwayat yang bersumber darinya, dan Ishaq ibnu Rahawaih serta Abu Ubaid Al-Qasim ibnu Salam.

Pengecualian pada surah At-Taubah yang tidak dimulai dengan Basmalah, karena surah At-Taubah ini lebih banyak menceritakan tentang peperangan sehingga membuat surah tersebut tidak serasi jika dimulai dengan Basmalah yang mengandung sifat Rahman dan Rahim Allah.

Pendapat lain tentang Basmalah datang dari Imam Malik dan Imam Abu Hanifah serta murid-muridnya mengatakan bahwa Basmalah bukan merupakan salah satu ayat dari surah Al-Fatihah, bukan pula bagian dari surah-surah lainnya.

Keterangan lain tentang Basmalah sesuai dengan informasi dalam Al Qur'an yaitu di surah An-Naml ayat 30 yang menceritakan surat Nabi Sulaiman AS untuk Ratu Balqis.
إِنَّهُ مِن سُلَيْمَانَ وَإِنَّهُ بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ
Artinya: "Sesungguhnya surat itu, dari SuIaiman dan sesungguhnya (isi)nya: Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang."

Hal tersebut didukung dari Tafsir Ibnu Kasir yang menuliskan bahwa Ibnu Murdawaih meriwayatkan dari hadis Yazid ibnu Khalid, dari Sulaiman ibnu Buraidah; sedangkan menurut riwayat lain dari Ab-dul Karim Abu Umayyah, dari Abu Buraidah, dari ayahnya, bahwa Rasulullah Sallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
"Telah diturunkan kepadaku suatu ayat yang belum pernah diturunkan kepada seorang nabipun selain Sulaiman ibnu Daud dan aku sendiri, yaitu bismillahir rahmanir rahim (Dengan nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang)"
Demikianlah pendapat-pendapat yang berkaitan dengan kedudukan Basmalah sebagai salah satu ayat dari Al-Fatihah atau tidaknya.



>>Selengkapnya